Selasa, 13 Desember 2011

FORMULASI MASALAH RISET PEMASARAN DENGAN METODE “PROBLEM”

Pada tulisan saya bertajuk Pada Mulanya adalah Masalah, saya menyebutkan bahwa tahap pendefenisian masalah merupakan titik krusial dalam sebuahkegiatan riset pemasaran. Karena kesalahan dalam mendefenisikan masalah bagaikan virus mematikan yang akan merusak organ-organ vital tubuh sebuah kegiatan riset pemasaran, mulai dari kesalahan pemilihan disain riset yang merembet pada kekeliruan pendefenisian populasi target, penentuan teknik pengumpulan data dan analisis data, hingga pada interpretasi data. Sudah dapat dipastikan apapun kesimpulan dan rekomendasi yang dihasilkan oleh riset tersebut akan “membimbing” pengambil keputusan secara sukses menghasilkan kebijakan yang menyesatkan!
Mahaguru riset pemasaran kelas dunia, Naresh K. Malhotra berbagi tips mengenai faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan oleh seorang peneliti pemasaran agar terhindar dari menerjemahkan masalah keputusan manajemen ke masalah riset pemasaran yang salah. Malhotra meringkasnya dalam sebuah akronim, PROBLEM. Berikut adalah perinciannya :
1. P = past information and forecasts
Setiap divisi pemasaran seharusnya menyimpan data historis penjualan produk. Data ini akan sangat bermanfaat bagi peneliti jika dikombinasikan dengan data tren industri, teknologi, demografi kependudukan, dll. Misalkan berdasarkan analisis time series performa sebuah produk terus menunjukkan penurunan namun setelah di cross check, ternyata industrinya mengalami kenaikan alias tren positif. Fenomena ini jelas mengindikasikan secara spesifik there’s something wrong dengan perusahaan. Namun jika yang terjadi adalah baik produk maupun industri sama-sama mengalami penurunan berarti cakupan masalahnya akan lebih luas, mungkin pasar yang sudah jenuh atau pergeseran minat konsumen. Data ini sangat penting untuk membantu peneliti mengidentifikasi tingkat keparahan suatu gejala yang mengawali masalah sesungguhnya.
2. R = resources and constraints
Agar dapat memformulasi sebuah masalah riset pemasaran dengan baik dan benar seorang peneliti harus mempertimbangkan secara seksama ketersediaan sumber daya yang berperan dalam sebuah kegiatan riset, misalnya anggaran riset, kompetensi peneliti dan timnya, serta waktu. Keterbatasan dari sumber daya tersebut akan menentukan besar kecilnya kontribusi sebuah kegiatan riset pemasaran terhadap proses pengambilan keputusan. Dengan adanya keterbatasan anggaran dan waktu, peneliti misalnya harus mendisain teknik pengumpulan data yang menyesuaikan dengan anggaran dan waktu yang tersedia, alih-alih melakukan survei secara random (home visiting) peneliti memilih melakukan survei di mal-mal (mall-intercept). Hasil cepat diperoleh, murah-meriah, dan dapat segera disampaikan kepada pengambil keputusan.
3. O = objectives of the decision maker
Masalah riset pemasaran merupakan operasionalisasi dari masalah keputusan manajemen. Masalah keputusan manajemen merupakan hak prerogatif pengambil keputusan. Peneliti harus berusaha menggali apa yang menjadi tujuan si pengambil keputusan saat menetapkan masalah keputusan manajemen, apakah untuk menunda sebuah kebijakan, mendukung sebuah keputusan yang “terlanjur” dieksekusi, atau barangkali untuk mendukung ambisi pribadi si pengambil keputusan agar mendapat promosi jabatan misalnya :P .
4. B = buyer behaviour
Seperti halnya data pemasaran dan industri, data mengenai tren perilaku konsumen juga sangat penting dipertimbangkan oleh peneliti dalam memformulasi masalah riset pemasaran. Data yang bersifat sekunder ini berfungsi untuk mempertajam rumusan suatu masalah riset pemasaran. Misalnya data terakhir yang dirilis oleh AC Nielsen di penghujung tahun 2007 menunjukkan bahwa produk-produk berkategori niche (minuman energi, margarin, bedak tabur, kondisioner rambut, tisu wajah, yoghurt, saos tomat, keju, dll.) dan evolve (sikat gigi bermerk, biskuit, perawatan kulit, kopi, mi instan, dll.) menunjukkan prospek yang menjanjikan di pasar pinggiran kota alias rural. Seorang pengambil keputusan dari sebuah perusahaan perawatan kulit misalnya menetapkan masalah keputusan manajemen, …”haruskah perusahaan melakukan brand extention di tahun 2008?”… peneliti pemasaran yang diminta untuk mendisain sebuah riset dan telah mengetahui data AC Nielsen tersebut akan lebih fokus dalam merumuskan masalah riset pemasarannya, misalnya, …”bagaimanakah preferensi wanita yang tinggal di daerah rural terhadap produk-produk perawatan kulit?”…
5. L = legal environment
Regulasi yang diatur dalam sejumlah undang-undang dan peraturan-peraturan di bawahnya sangat mempengaruhi proses dan dinamika dalam dunia bisnis. Contoh paling baru misalnya soal pentarifan SMS, ternyata terungkap bahwa cost per SMS selama ini hanyalah berkisar Rp 76,-. Berarti penggunan layanan SMS selama ini “diperas”, para operator mengambil keuntungan lebih dari 200%, sebuah angka fantastis! Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) yang bertugas menegakkan supermasi UU tentang persaingan usaha (UU No.5 tahun 1999) telah “memerintahkan” para operator yang menetapkan tarif “lintah darat” ini agar segera menurunkan tarif layanan SMS-nya. Situasi ini jelas tidak menguntungkan bagi perusahaan, karena dapat merubah secara total strategi-strategi yang telah disusun selama ini. Masalah keputusan manajemen harus direformulasi dan otomatis masalah riset pemasaran juga turut serta.
6. E = economic environment
Faktor ekonomi jelas sangat berpengaruh dalam memformulasi sebuah masalah riset pemasaran. Inflasi yang tinggi, kenaikan harga bahan pokok, kenaikan suku bunga kredit, dll., sangat mempengaruhi pola konsumsi konsumen. Konsumen cenderung menerapkan pola hidup bersahaja, membatasi pengeluaran, dan sangat sensitif terhadap harga. Formulasi masalah riset pemasaran harus mempertimbangkan hal-hal tersebut, misalnya dengan mengeksplorasi bagaimana konsumen menyiasati kenaikan harga, atau produk-produk apa saja yang masih dapat terjangkau oleh kantong konsumen?
7. M = marketing and technological skills
Keahlian dalam hal marketing dan teknologi yang dimiliki oleh sebuah perusahaan harus dipertimbangkan oleh peneliti dalam memformulasi sebuah riset pemasaran. Misalkan Yamaha motor Indonesia yang sudah beberapa kali menggoyahkan posisi Honda motor terbentur oleh kapasitas pabriknya (teknologi) yang tidak mampu mengimbangi permintaan pasar, jelas ini merupakan suatu masalah, Yamaha motor mengalami opportunity lost yang cukup besar. Atau distributor handphone dengan fitur TV tuner, HI Tech, jelas tidak dapat mengimbangi kapasitas pemain-pemain lama dan besar seperti Nokia, Sony Ericsson, Samsung, LG, dll., dalam memasarkan produk-produknya. Mau tidak mau masalah ini harus dicarikan jalan keluar, dan si peneliti dapat menyesuaikan masalah riset pemasarannya dengan kemampuan tim pemasaran HI Tech.
Pertimbangan, analisis, dan pemahaman terhadap faktor-faktor di atas memperbesar peluang seorang peneliti pemasaran memformulasi masalah riset pemasaran yang benar dan sekaligus memperbesar peluang dihasilkan suatu rekomendasi yang tidak menyesatkan pengambil keputusan.

1 komentar: